WELCOME WELCOME! :D

It's just me. Prila Nur Amalina who bring a lot of stories in her life to this blog. Joke, silly, love and some fiction will make you enjoy this blog. Chao!

Kamis, 02 Desember 2010

[Lyrics] Mocca - I Remember

I Remember

Artist: Mocca


I remember...The way you glanced at me, yes I remember
I remember...When we caught a shooting star, yes I remember
I remember.. All the things that we shared, and the promise we made, just you and I
I remember.. All the laughter we shared, all the wishes we made, upon the roof at dawn

Do you remember..?
When we were dancing in the rain in that december
And I remember..When my father thought you were a burglar
I remember.. All the things that we shared, and the promise we made, just you and I
I remember.. All the laughter we shared, all the wishes we made, upon the roof at dawn

I remember.. The way you read your books,
yes I remember
The way you tied your shoes,
yes I remember
The cake you loved the most,
yes I remember
The way you drank you coffee,
I remember
The way you glanced at me, yes I remember
When we caught a shooting star,
yes I remember
When we were dancing in the rain in that december
And the way you smile at me,
yes I remember

Download Link: http://www.4shared.com/audio/N_VmIwYN/Mocca_-_I_Remember.htm

Senin, 29 November 2010

Orang gilaa!

Siang itu, hujan besar membuat SMPN 31 Bandung banjir.

Gue dan temen-temen sekelas gue yang baru hendak pulang abis selesai pelajaran Basa Sunda langsung panik setengah mati. Ebuset, gila aja! Sepatu baru dicuci masa udah harus dicuci lagi? Ga tau diri banget si hujan. Guru-guru minta buat para murid untuk nggak pulang dulu, karena cuaca sangat nggak memungkinkan kita bisa pulang dengan selamat. Sementara yang lain pada tereak-tereak geje gegara denger geledek petir nyamber-nyamber, gue sih santai aja nulis-nulis jurus-jurus karate di papan tulis. Heian Shodan, Hibadashi, semuanya deh gue sebutin satu-satu. Sekalian promosi ekskul :p

Hujan yang tadinya ngamuk tiba-tiba jadi baik. Hujan mereda, gue dan semua anak-anak SMPN 31 langsung berbondong-bondong keluar gerbang. Tak dinyana... ANJRIT! Di gang sempit tempat kita biasa pulang ternyata banjir sedalem mata kaki. Gue langsung meratapi nasib sepatu NB butut gue yang masih berwarna putih. Kalo sepatu gue bisa ngomong, mungkin sepatu gue bakal ngata-ngatain gue kali. "Tai lo nyet! Lo kira gue sepatu apaan? Harga gue lumayan mahal tau!" sambil melepaskan diri dari wewangian kaos kaki gue.

Akhirnya, dengan berat hati gue menaikkan sedikit rok gue ke atas dan mulai berjalan melawan badai hujan bagi semut. Di sebelah gue, seperti biasa ada Jemia, sahabat sekaligus temen seangkot yang sangat sangat rame dan lebay. Dia, seperti biasa juga selalu cerewet soal kotor-kotoran.

"Iih! Coba ya... ini sepatu aku nyerap tau! Mana NB lagi! Aduuh!" Huh. pengen rasanya gue ceburin tuh bocah ke got terdekat. Kalo emak-bapaknya nyariin, gampang. Bilang aja, "Pak, bu, anak ibu sudah mendarat dengan sempurna ke dalam sebuah kolam kebahagiaan yang wangi. Tenang ya."

Selesai keluar gang, gue nyebrang jalan raya bareng Jemia seperti biasanya, buat naik angkot coklat 05 sampe ke pasar kordon. Jangan tanya kenapa harus di pasar kordon.

Naek angkot pertama, sukses tanpa hambatan. Biarin deh mang angkotnya ngetem yang penting gue nggak kebanjiran. Tapi sialnya, dua orang yang gue sebelin malah naekin angkot tempat gue juga naekin. Muka gue langsung mesem aja ngeliat kedatangan mereka.

Selama perjalanan gue cuekin aja mereka. Mereka baik sih sama gue, tapi masalahnya mereka itu sok alim dan najisin banget. Mary Sue deh kalo penulis bilang mah. Dua orang itu, sebut aja namanya Y dan R, rumahnya searah sama gue. Sialan.

Lampu merah deket Carrefour. Gue anteng-anteng aja makanin cokelat Beng-Beng ama Teh Gelas. Sekalian makan makanannya Jemia, Timtam Crush. Kan lumayan tuh. Selama perjalanan gue bercanda sama Jemia tanpa merduliin Y dan R.

Lampu kuning nyala. Si mang angkot langsung tancep gas. Tiba-tiba gasnya ga ketancep-tancep(?) atau dengan sebutan latinnya "mogok". Beberapa kali gas diboca dan ga ketancep-tancep, dengan pasrah si mang angkot nyuruh semua penumpang turun. Wuih, padahal itu angkot udah penuh loh. Kasian banget si mang. Kasian penumpangnya juga sih.

"Ah, sial! Sekarang nyari angkot yang mana lagi coba?!" gue berkata kesel. Alhamdulillah, di belakang angkot mogok itu ada angkot 05 lagi yang ga mogok dan kosong. Dengan cepat si Y dan R langsung menaiki angkot itu. Gue langsung bisik-bisik ke si Jemia, "Jem, pokoknya, apapun yang terjadi aku ga akan mau seangkot ama Y sama R! GA AKAN! Tunggu aja angkot lain lewat!" Jemia ngangguk kecil. Bloon, dia malah mengautiskan diri di ujung jalan dengan mengeprok-ngeprokkan tangannya sambil nyanyi asal, "Aku sial... aku sial! Aku sial..." sementara gue, lebih goblok lagi, ngikutin Jemia untuk pura-pura sibuk.

Di depan gue, angkot kosong itu terlihat bagai surga yang lagi diisi dua iblis jahanam. R udah tereak-tereak dari dalem sana, "Woi! Kesini aja! Angkotnya kosong!" Y juga ikut-ikutan tereak. Bisa diem ga?! Anjrit. Gara-gara tereakan mereka berdua semua orang di jalanan langsung pada ngeliatin gue dan Jemia yang lagi nyanyi lagu "Aku Sial" sambil ngeprok-ngeprokin tangan. Mirip orang psycho. Tadinya sih gue berharap akan ada orang yang ngasih uang receh ke dalem baju Jemia. Kan lumayan. Btw, kenapa harus ke dalem baju?

R langsung tereak lagi, "Kalian kayak orang gila tau!" langsung gue jawab judes, "BAE WE SUKA-SUKA ATUH!" gue sewot banget. Seisi angkot itu pada ngeliatin gue. Si mang juga ikut tereak, "Hayu atuh neng! Kosong yeuh!" gue bilang beda arah. Jemia masih kayak orang gila. Angkot pergi, gue langsung narik tangan Jemia buat keliling nyari angkot. Bayangin, KELILING. Itu artinya gue bakal dikira pengemis berbadan segar-bugar. Ato nggak, si Jemia dianggap buta, dan gue jadi penuntunnya yang setia.

Nasib seorang pengemis berkerudung miring dengan penuntun kurang warasnya yang berambut gimbal.

jemia yang ditarik malah langsung nyoba ngelepas pegangan dan kabur. "Iih! Aku ga mau! Angkot itu pasti ntar nyamperin kita, tau! Udah ayo balik lagi!" kata dia bego. Gue yang tadi udah jalan jauh langsung balik lagi, ngelewatin pengguna jalan yang sama. Mana Jemia tereak-terak lagi. Komplit deh alasan kenapa gue dianggep gila. Jemia sendiri udah meyakinkan dirinya sebagai orang gila. Soalnya waktu ada anak-anak SMA berdiri di sebelah gue, Jemia ngebisikin gue, "Pril, di sebelah kita ada orang normal." biar setia kawan, gue timpalin aja gini, "Ayo jadi waras, Jem! Deket-deket ama mereka biar keliatan waras."

Akhirnya, dengan perjuangan yang cukup bikin malu, gue dan Jemia berhasil mendapatkan hadiah sebuah angkot 05 yang masih rada kosong dan langsung gue serta Jemia naikin.

Kadang-kadang tingkat kewarasan Jemia harus diuji.

Rabu, 08 September 2010

Fanfic PG-17 -- My Sassy Girl Part. 4 (End)

“Donghae, sudah lebih dari lima bar kita hampiri. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan kalau Jessica dan Eunhyuk berada di sana!” Jiyoon mulai panik.

“Tenanglah… Masih ada satu bar lagi.” Kata Donghae.

Mereka akhirnya sampai di bar terakhir dari seluruh bar yang ada di Seoul.

“Kau yakin kali ini mereka ada?”

“Yakin banget.” Ucap Donghae mantap. Mereka lalu melangkah memasuki bar itu.

“Mau pesan apa?” tanya sang pelayan.

“Oh, tidak, tidak… saya hanya ingin bertanya sesuatu.”

“Ada apa?”

“Apa kah kamu melihat sepasang laki-laki dan perempuan yang ke sini? Yang perempuan, rambutnya pirang… dan yang laki-laki, ia agak pendek, dan matanya sangat sipit juga sangat kurus.” tanya Jiyoon panjang lebar.

“Ehmm, tunggu…” pikir pelayan sejenak. “Sepertinya saya melihatnya. Mereka berdua memesan wine yang memenuhi gelas…”

“Penuh?” tanya Donghae heran.

“Iya. Laki-laki itu mabuk, lalu dibawa pergi oleh perempuannya…”

“Dibawa pergi??” seru mereka bersamaan. “Ke arah mana?!” tanya Jiyoon.

“Ke arah… Seoul Hotel. Jaraknya sangat dekat dari sini…”

***

Jessica menyampingkan tubuhnya, menghadap ke arah Eunhyuk tertidur.

“Lee Hyukjae…” katanya pelan. “Kau lebih menarik dari korban-korbanku yang terdahuli, kau tahu. Yah, aku tahu kau bodoh. Namun, ternyata tampangmu oke juga.” Gumamnya pelan seraya mengusap-usap dengan lembut pipi Eunhyuk.

“Ya, ya, aku tahu… menahanmu di hotel ini memang tidak termasuk dalam rencana. Tapi, setelah aku melihatmu tertidur,” ia lalu menggerakkan jari-jarinya di atas dada Eunhyuk, “kau terlihat imut.”

Jessica menggeser tubuhnya lebih dekat dengan Eunhyuk. Kini jarak tubuh mereka mungkin hanya dua sentimeter. Ia bangun lalu menghimpit pinggang Eunhyuk dengan kedua pahanya. Kini posisi Eunhyuk berada di bawah dan Jessica menindih perutnya. Ia mengelus dada Eunhyuk yang bidang itu. Jessica mengangkat dagu Eunhyuk dan segera mencium bibir Eunhyuk lama. Ia memeluk kepala Eunhyuk erat sementara lidahnya sudah jauh menerobos ke dalam mulut Eunhyuk. Jessica menikmati permainan lidahnya terhadap Eunhyuk sementara Eunhyuk masih terlelap, tidak tahu apa-apa.

BRAKK!! Pintu kamar hotel yang ditempati oleh mereka berdua terbuka. Muncullah sesosok perempuan berambut pendek berdiri.

Jessica sedikit kaget, namun ia hanya melepaskan lidahnya dari mulut Eunhyuk. Badannya masih di atas Eunhyuk. Jessica mengusap bibirnya.

Jiyoon yang melihat kejadian itu: Jessica yang berada di atas tubuh Eunhyuk, Jessica yang tadi sedang sibuk menciumi Eunhyuk, sebenarnya ingin menangis sekencang-kencangnya. Beraninya Jessica mempermainkan Eunhyuk yang tak berdaya. Namun ia meguatkan hatinya dan tetap mencoba untuk dingin.

“Oh, kau rupanya,” Jessica menatap pintu yang tadi dibuka paksa oleh Jiyoon, “kaki yang kuat.” perlahan ia berdiri dan turun dari ranjang.

“Terima kasih.” kata Jiyoon datar. Ia melirik sedikit ke arah Eunhyuk yang tertidur dengan jaketnya telah dilepas. Ia lalu memandang Jessica yang baju atasannya hanya tank-top yang memperlihatkan setengah perutnya. Jiyoon tersenyum sinis. Genit.

“Ada perlu apa kesini? Oh, aku tahu… ingin membawa dia pulang?” Jessica menunjuk ke arah Eunhyuk. Jiyoon kembali tersenyum. Ia melangkah mendekati Jessica, begitu juga Jessica yang terus maju menghadap Jiyoon. Jarak antara keduanya semakin mendekat. “Kalau saja kau tidak datang lebih dulu mungkin sekarang aku sedang asyik menodainya.”

“Pertama, aku ingin menghabisimu.”

Jiyoon segera meninju pipi Jessica dengan amat keras, membuat Jessica terjatuh. Lalu Jiyoon menendang keras bagian paha Jessica.

“Aargh!”

Jessica berdiri. Ia segera menendang bagian perut Jiyoon, sehingga Jiyoon terpental hingga ke ujung kamar. Tak ada artikel di koran manapun yang menjelaskan bahwa Jessica adalah mantan guru Taekwondo.

Punggung Jiyoon serasa mau patah saking sakitnya. Ia mengerang kesakitan. Namun ia berdiri lagi, berlari, lalu menonjok perut Jessica hingga ia terjatuh lagi. Tidak ada pula satu orangpun yang menjelaskan bahwa Jiyoon pernah mengalahkan ahli Taekwondo.

Jessica tidak dapat berdiri dengan cepat. Lehernya pun segera ditahan oleh Jiyoon.

Jiyoon bersiap meninju Jessica, ketika suara seseorang melemahkannya.

“Jiyoon? Jessica?” Eunhyuk yang baru bangun berkata dengan bingung. Ia memegang-megang kepalanya. “Mengapa bibirku basah sekali?” ia bergumam sambil mengusap bibirnya.

“Eun…hyuk?” Jiyoon menatapnya. Cengkeramannya melemah, sehingga menjadi kesempatan bagi Jessica untuk menyerang balik.

“HYAA!” Jessica langsung menendang perut Jiyoon hingga terpental. Ia lalu menarik tubuh Eunhyuk yang masih bingung, dan merangkulkan tangan Jessica ke leher Eunhyuk.

“Jessica…?”

“Jangan mendekat, atau ia akan mati!!” Jessica mengeluarkan sebuah pistol, lalu menyentuhnya ke kepala Eunhyuk. Eunhyuk yang menyadarinya segera berteriak.

“Jiyoon! Jiyoon!” teriaknya seperti anak kecil.

Dengkul Jiyoon melemas, kepalanya menunduk. Ia jatuh terduduk, lalu memegang kepalanya yang pusing. Airmatanya jatuh ke lantai berlapis karpet dari bulu domba itu.. Eunhyuk menatapnya lama.

Jiyoon memandang Jessica lemah. “Jessica…” katanya pelan, “Tolong lepaskan Eunhyuk…”

Jessica masih menyentuhkan pistolnya ke kepala Eunhyuk, memasang tampang sadis.

Airmata membanjiri kedua pipi Jiyoon. Ia memegang keras bulu karpet itu.

Jiyoon berdiri. ia melangkah sedikit demi sedikit ke arah dua orang itu, sementara Jessica juga memundurkan langkahnya beberapa langkah, hingga mentok ke pojok kamar.

Jiyoon menatap Eunhyuk lama. Sekarang bukan tatapan cinta atau lain sebagainya, sedangkan tatapan suruhan, seakan mengatakan bahwa Eunhyuk harus melakukan sesuatu. Eunhyuk menatapnya bingung, seperti bertanya, “Apa yang harus kulakukan?”

Jiyoon lalu memandang ke arah perut Jessica yang setengah terbuka. Ia lalu memandang ke arah Eunhyuk lagi, seakan berkata, “Mengerti?”

Eunhyuk tersenyum tipis, lalu terdiam. Menunggu saat yang tepat.

“Jessica…” mohon Jiyoon. Tatapannya memelas. “Tolong lepaskan Eunhyuk…”

Jessica mencibir. “Kalau tidak, apa yang akan kaulakukan?”

Tiba-tiba Jiyoon tersenyum, membuat Jessica bingung. “Menghabisimu.”

Jessica yang bingung akan sikap Jiyoon tanpa sadar telah mengendurkan cengkeramannya.

“Eunhyuk!” perintah Jiyoon keras. Eunhyuk tersenyum. Ia lalu segera memukul perut Jessica dengan sikunya.

“Arrgh!” Jessica melepas cengkeramannya. Ia mengerang kesakitan, berjalan mundur ke belakang. Ternyata perut memang kelemahannya.

Eunhyuk berlari ke arah Jiyoon. Mereka terdiam, menatap mata mereka satu sama lain.

“Kalian bodoh.”

Eunhyuk dan Jiyoon menoleh. Di depan mereka, Jessica berdiri sambil menodongkan pistolnya ke arah mereka. Refleks, Jiyoon langsung berjalan satu langkah ke depan. Tangannya memegang tangan Eunhyuk yang ada di belakangnya. Ia melindungi Eunhyuk.

“Jiyoon!” seru Eunhyuk.

“Sst! Kau diam saja!”

Jiyoon berjalan berputar sambil terus menghadap Jessica, begitu juga Jessica. Sehingga sekarang posisi mereka bertukar. Jiyoon dan Eunhyuk ada di ujung kamar dan Jessica berada di dekat pintu kamar.

“Penculikanku sekarang tidak berjalan sempurna…” kata Jessica, masih menodongkan pistolnya, “Karenamu, Jeon Jiyoon.”

“Terima kasih.” jawab Jiyoon singkat. Ia mempererat pegangan tangannya pada Eunhyuk. Jessica mencibir.

“Karena itu aku akan membunuhmu lebih dulu.”

Jiyoon tiba-tiba tertawa melihat apa yang ada di belakang Jessica. Dengan cepat ia berkata, “Coba saja.”

Jessica sudah bersiap-siap melepaskan pelurunya ke arah Jiyoon ketika seseorang mendorong lehernya ke lantai dan membuat Jessica terjatuh.

“Aargh!”

“Jangan bergerak!” seru polisi itu. Ia mengebelakangkan kedua tangan Jessica lalu memborgolnya, sementara Jessica berteriak-teriak tidak jelas. Polisi itu lalu menarik Jessica keluar kamar. Sebelum keluar, polisi itu berterimakasih kepada Donghae yang berada di ambang pintu kamar. Sebelum keluar kamar juga, Jessica sempat melihat ke arah Eunhyuk. Ia tersenyum pada Eunhyuk, sementara Eunhyuk hanya terdiam.

“Terima kasih untuk malam ini, Hyuk.”

“Hah??” Eunhyuk bengong.

Saat semua polisi telah keluar, Donghae berlari ke arah Jiyoon dan Eunhyuk. “Kalian tidak apa-apa?”

Mereka berdua menggelengkan kepala. Mereka lalu berhadapan, saling menatap satu sama lain.

“Semua telah berakhir, Hyuk…”

“Karena kau…” Eunhyuk menoleh ke Donghae, “dan dia.” Jiyoon tersenyum.

“Terima kasih…” kata Eunhyuk tulus.

“Eunhyuk…” Jiyoon berkata ragu-ragu. Namun keraguan itu segera dibalas oleh Eunhyuk. Dengan kecupan di bibirnya. Jiyoon memandangnya tak percaya, namun akhirnya ia membalasnya.

“Jeon Jiyoon,” Eunhyuk berkata, berlutut di depan Jiyoon, “Maukah… kau bersamaku lagi?” lanjutnya, mengecup tangan Jiyoon. Jiyoon meneteskan airmatanya.

“Ya…”

-The End

***

Gimana gimana? Mian banget ya kalo gaje alias gajelas alias amburadul alias ambruk alias... ?dibekep
Komen okeh? Gomawo! :D

Selasa, 07 September 2010

Fanfic PG-17 -- My Sassy Girl Part. 3

***

“Eunhyuk?”

“Aku tidak begitu yakin, tapi…” Donghae berkata, menelan ludah, “Firasatku mengatakan seperti itu.”

Jiyoon membaca halaman utama koran pagi itu. Disana tertulis besar-besar, “Kasus Penculikan 3 Anak Orang Kaya, Dilakukan Oleh Seorang Gadis”

Dada Jiyoon kembali sesak. Tapi ia harus melupakan Eunhyuk… ia tidak bisa membantu Donghae.

“Donghae, maaf...” Jiyoon menunduk, siap menutup pintu yang lalu segera ditahan oleh Donghae.

“Jiyoon, tolong!” Donghae memohon pada Jiyoon. Tatapan matanya sangat dalam. “Demi Eunhyuk…”

“Tapi ia memutuskanku begitu saja, Donghae!” Jiyoon meneteskan airmatanya. “Untuk apa aku menyelamatkan orang yang telah menyakitiku?”

“Jiyoon…” Donghae mengusap airmata Jiyoon. “Kau mencintainya, kan?”

Jiyoon menunduk. “Iya...” bagaimanapun, sesakit apapun hatinya karena Eunhyuk, perasaannya terhadap Eunhyuk tidak pernah berubah sedikitpun.

“Jadi… apa yang akan kaulakukan?”

“Malam ini mereka akan berkencan.”

“Dimana?”

“Di bar.”

“Apa!?”

Donghae segera menerobos tubuh Jiyoon, masuk ke dalam rumahnya tanpa permisi. “Tidak ada waktu.” katanya, lalu menarik tangan Jiyoon menaiki tangga.

Donghae memasuki kamar Jiyoon dengan cepat. “Hmm.. kamar yang lumayan keren.”

“Apa yang akan kau lakukan disini!?” tanya Jiyoon.

“Maaf, Jiyoon, tapi aku harus cepat.” Donghae lalu dengan cepat menyalakan laptop Jiyoon.

Ia meng-klik ikon Mozilla Firefox, lalu mengetik alamat situs resmi kepolisian Korea.

“Apa yang kaulakukan?” tanya Jiyoon heran.

“Aku akan menyelidiki siapa Jessica sebenarnya.” Kata Donghae pendek.

“Apa??”

Ia mengetik nama “Jessica Jung” dalam daftar data pelaku kejahatan. Tidak lama kemudian muncullah satu nama: Jung Soo Yeon (a.k.a. Jessica Jung). Disitu juga terpampang foto Jessica, pacar baru Eunhyuk, terlihat sedang berusaha menculik seorang laki-laki yang kelihatan mabuk. Bajunya serba hitam.

Jiyoon menutup mulutnya. Donghae terbelalak.

“Jessica??” seru mereka bersamaan.

“Jadi…?” Jiyoon tidak melanjutkan kata-katanya.

Donghae lalu meng-klik foto itu, dan muncullah satu artikel pendek tentang Jessica:

Jung Soo Yeon a.k.a. Jessica Jung; Penculik Cantik yang Sadis

Jung Soo Yeon, atau yang dikenal dengan nama Jessica Jung, merupakan seorang penculik sekaligus pembunuh berdarah dingin yang terkenal dengan cara menculiknya. Ia menculik korbannya dengan cara yang tidak biasa. Orang-orang yang menjadi korbannya adalah orang-orang kaya.

“Orang kaya? Lalu bagaimana bisa Eunhyuk diculik? Eunhyuk kan tidak kaya!” kata Jiyoon tidak percaya.

“Hei, don’t look the book from the cover!” kata Donghae. “Jangan salah menilai. Bapak Eunhyuk merupakan donatur terbesar di kampus kita. Sebab itulah ia diterima di Kyunghee University dengan IQ serendah itu.”

Jiyoon melongo mendengar perkataan Donghae. Ia tidak percaya Eunhyuk sekaya itu.

“Namun, masalahnya, kedua orangtua Eunhyuk sedang ke luar kota. Aku takut, nyawa Eunhyuk tidak dapat tertolong lagi karena orangtuanya tidak bisa dengan cepat datang ke Korea.”

Mata Jiyoon langsung berkaca-kaca.

Cara Jessica mendapatkan korbannya adalah dengan menarik hati korban dengan wajah dan bentuk tubuhnya yang indah, lalu segera memacari korban. Di malam penculikan, Jessica mengajak korban kencan sampai korban mabuk. Jessica lalu akan menculiknya dan meminta tebusan yang teramat mahal, jika tidak korban akan dibunuh, dan jasadnya akan dibuang di jalanan. Sampai saat ini tiga korban penculikan Jessica sudah ditemukan tidak bernyawa di tiga jalanan yang berbeda.

“Tidak. EUNHYUK!” Jiyoon berteriak setelah membaca artikel itu. Eunhyuk akan dibunuh… Jiyoon tidak kuat memikirkannya.

“Jiyoon…” Donghae menarik tangannya. “Sudah tak ada waktu untuk menangis. Sekarang, kita berdua akan menjalankan misiku.”

***

Hari ini Eunhyuk tampak sangat tampan dengan jeans hitam, kaus u can see, jaket kulit berwarna hitam, dan sepatu sneakers berwarna hitam. Ia telah menunggu Jessica selama setengah jam lamanya, di bar, tempat yang terasa sangat asing baginya. Orang-orang yang ada di sini terlihat mabuk. Semuanya tertawa lepas tanpa beban. Mata mereka tidak fokus.

“Menunggu lama?” Eunhyuk menoleh ke belakang. Jessica.

“Eh… lumayan.” Eunhyuk menjawab sambil menatap tubuh Jessica dari bawah ke atas. Sangat berbeda dari yang ia kenal. Ia memakai celana hitam ketat, tank-top berwarna silver yang memperlihatkan setengah perutnya, jaket berwarna hitam tanpa kancing, dan sepatu stiletto dengan hak 7 sentimeter. Gotik, tetapi tetap cantik dan menarik. Ia tersenyum manis.

Jessica duduk di bangku di sebelah Eunhyuk lalu memesan dua gelas wine. Eunhyuk menatapnya heran.

“Wine? Untuk siapa?”

“Tentu saja untuk kita berdua.” Jessica tersenyum. Kalau sudah melihat senyuman Jessica, Eunhyuk tidak bisa melawan apapun yang ia inginkan. Iapun mengangguk.

Pelayan akhirnya menyerahkan dua gelas wine yang, tidak biasanya, gelasnya diisi penuh.

“Mengapa gelasnya penuh?” tanya Eunhyuk bingung.

“Makin banyak makin baik.” Jessica menjelaskan, tertawa kecil. Eunhyuk mengangguk bodoh.

“Nah, sekarang,” Jessica mengangkat tangan Eunhyuk yang memegang wine. Ia juga mengangkat tangannya yang memegang wine. “Mari bersulang!” Jessica menyentuhkan wine-nya ke wine Eunhyuk, diikuti oleh Eunhyuk dengan kikuk.

“Ayo minum sampai habis!” Jessica meminum wine-nya, sambil melirik Eunhyuk yang awalnya ragu, tapi akhirnya dengan cepat menenggak alkohol itu sampai habis.

Jessica menurunkan gelasnya dari mulutnya. Ia tidak meminum minuman itu. Dipandanginya Eunhyuk yang pandangan matanya mulai tidak fokus.

“Jessica… ohok! Jessica…” panggil Eunhyuk sambil terus-menerus cegukan. Jessica tersenyum.

“Kau capek ya?” tanya Jessica, wajahnya mendekat pada wajah Eunhyuk. Mata Eunhyuk menyipit melihat Jessica dari dekat. Ia lalu mengangguk, dan cegukan lagi. Tak lama kemudian ia sudah tertidur pulas di atas meja bar.

Jessica berdiri. Ia mengangkat badan Eunhyuk dari meja bar. Ia lalu melingkarkan tangan Eunhyuk ke pundaknya, dan berjalan keluar bar dengan kepala Eunhyuk yang tertidur bersandar ke pundaknya.

***

Mau kemana kita sebenarnya, Donghae?” Jiyoon bertanya. Mereka sedang berada di dalam mobil Donghae. Donghae menyetir dan Jiyoon duduk di sebelahnya. Keduanya menunjukkan rasa gelisah.

“Ini,” kata Donghae seraya menyerahkan sebuah buku panduan kota Seoul dari laci mobil, “Adalah buku panduan. Kita akan menghampiri semua bar yang alamatnya terdaftar di sana. Jessica dan Eunhyuk pasti ada di salah satunya.”

Jiyoon membuka-buka halam buku itu dengan cepat. “Oke. Bar pertama... Melody Bar.”

“Oh. Aku tahu tempatnya.”

Jiyoon menatap Donghae lama. Donghae yang sadar akan tatapannya langsung menoleh.

“Ap—apa, Jiyoon?” tanya Donghae.

“Donghae… apa Eunhyuk baik-baik saja sekarang?”

“Aku tidak begitu yakin…” Donghae berkata sambil terus menghadap ke jalanan. Hingga ia sadar kalau kata-kata itu terlalu jujur. Ia telah membuat hati Jiyoon kembali ragu.

“Eh, maksudku…” Donghae salah tingkah melihat Jiyoon yang kembali menangis. Sekarang ini Jiyoon jadi cengeng dan lebih sensitif.

“Ji—Jiyoon…” Donghae mengelus rambut Jiyoon pelan, mencoba menenangkannya.

“Aku takut…” rintih Jiyoon, memegang bagian jantungnya dengan tangannya. “Aku takut…”

“Ya, aku tau…” kata Donghae perhatian.

“Kupikir…”

“Apa?” tanya Jiyoon.

“Kupikir Eunhyuk salah tidak mencintaimu.” Kata Donghae menerawang ke jalanan yang sepi, “Kau memang berbeda dari cewek lainnya. Kau sangat setia.”

Jiyoon tersenyum tipis, ia menghapus airmatanya. “Terima kasih…”

***

Jessica membawa Eunhyuk ke hotel dekat bar tempat Eunhyuk mabuk tadi. Ia memesan satu kamar di hotel itu.

“Huh…” Jessica membuka pintu kamar sambil terus membawa Eunhyuk, dan menyalakan lampu kamar. Ia segera merebahkan badan Eunhyuk yang tertidur pulas di pundaknya ke ranjang yang ada di kamar itu. Jessica memandang Eunhyuk letih.

“Kau lebih berat dari yang kukira…” keluhnya capek. Ia menutup pintu kamar.

Dipandanginya tubuh Eunhyuk yang tidur terlentang di kasur, dari bawah ke atas. “Kau berbeda, Hyuk. Aku juga tak tahu mengapa.” gumamnya. Ia lalu melepas jaketnya dan menaruhnya di meja. Sekarang yang ia kenakan hanya celana ketat dan tank-top yang memperlihatkan setengah perutnya itu.

“Kau berkeringat,” kata Jessica pada Eunhyuk, “Sini, biar kubuka jaketmu.” Lanjutnya sambil tersenyum. Ia lalu membuka jaket kulit Eunhyuk. Lalu terlihatlah kedua lengan Eunhyuk yang berotot.

“Wow,” kata Jessica, sedikit kaget. “Tak kusangka.”

Tanpa ragu-ragu ia pun merebahkan dirinya di sebelah Eunhyuk yang tertidur pulas.

“Hoamm…” Jessica menguap. “Aku ngantuk. Tapi aku harus menyelesaikan ini semua, malam ini juga.”

***

Yaelah sori sori part 3-nya kepanjangan jadi harus sampe part 4 deh ha ha -_- komen yawks :D

Senin, 06 September 2010

Fanfic PG-17 -- My Sassy Girl Part. 2

My Sassy Girl Part. 2

***


Esoknya…


Eunhyuk ditemani Donghae berdiri di depan gerbang, dilewati orang-orang yang masuk ke kampus.


“Jessica?” tanya Donghae. Eunhyuk mengangguk keras.


“Lagi??” kata Donghae memutar matanya. “Urusin dulu tuh Jiyoon, baru boleh Jessica-Jessica-an!”


“Aah, berisik!” Eunhyuk menutup wajah Donghae dengan tangannya asal.


“Eh, eh, itu Jessica!” kata Eunhyuk antusias. Ia langsung pergi meninggalkan Donghae dan menghampiri Jessica.


“Jessica…”


“Oh, Eunhyuk-oppa! Hai!” Jessica melambai senang, ia tersenyum manis. Eunhyuk berusaha untuk tetap berada di alam nyata saat melihatnya.


“Ehm…”


“Oh ya, oppa, ada yang ingin kubicarakan denganmu…”


“Apa?” tanya Eunhyuk bersemangat.


“Tapi tidak disini…” kata Jessica memandangnya.


“Eh? Tidak disini?” tanya Eunhyuk. “Ya sudah. Kita pergi, yuk.” ajaknya.


“Benar?” Jessica menatapnya senang. Eunhyuk tersenyum.


“Ya! Hyuk! Kau mau kemana?” tanya Donghae heran. Ia curiga. Ia terus memandang setiap gerakan Jessica. Jessica tersenyum manis padanya, yang akhirnya dibalas Donghae dengan tipis.


“Aku ingin pergi… sampai nanti!” Eunhyuk pun pergi bersama Jessica, keluar dari gerbang diikuti pandangan mata Donghae yang tajam.


***


“Baiklah… Sebenarnya ada apa?” tanya Eunhyuk saat mereka berdua sudah duduk di kafe. Eunhyuk segera memesan dua buah cangkir Vanilla Latte untuknya dan untuk Jessica.


“Oppa…”


“Ada apa?”


“Aku ingin curhat.” Kata Jessica sambil menunduk.


“Curhat? Curhat apa?”


“Aku baru putus dengan pacarku kemarin sore…”


“Hah?” tanya Eunhyuk bengong. Dia sudah punya pacar? Tapi kenapa ia memutuskannya? Apa karena aku?


Jessica menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Suara rintihan terdengar pelan. Lalu airmatapun mengalir sedikit demi sedikit ke tangan yang menutupi wajahnya.


“Jessica… kau menangis?” tanya Eunhyuk perhatian.


Jessica lalu membuka tangannya, menunjukkan pipinya yang berlinang airmata. “Sakit…” keluhnya dengan suara sendu.


“Katakan apapun padaku, agar kau merasa lega. Ayo, bicaralah…”


“Selama kita berpacaran… ia selalu melakukan kekerasan padaku. Ini,” Jessica menyibak rambut pirangnya, memperlihatkan lehernya yang berwarna ungu, “Adalah buktinya.”


“Hah!?” Eunhyuk meneliti leher Jessica dengan seksama. Ia mengepalkan tangannya marah. “Itu yang ia lakukan padamu?”


“Aku mencoba melawan saat itu… aku katakan bahwa aku tidak ingin bersamanya lagi. Ia memutuskanku, tapi…” tangis Jessica mengeras, “Ia juga kembali memukulku di leher.”


“Ya ampun…” Eunhyuk menutup mulutnya dengan tangannya, tidak percaya. Jessica menatap Eunhyuk lama, lalu ia memegang kedua tangan Eunhyuk erat.


“Oppa…”


“Eh… ya?” Eunhyuk jadi salah tingkah. Pipinya memerah.


“Maukah kau…” kata Jessica pelan, “Menjadi penggantinya?”


“Mwo??” Eunhyuk melongo tak percaya. Jessica mempererat pegangan tangannya pada Eunhyuk.


“Maukah kau menjadi obat untuk penderitaanku? Untuk rasa sakit hatiku?”


“Eh…” Eunhyuk memalingkan muka. Ia lalu teringat akan Jiyoon, pacarnya.


Ia kasar, ia pemaksa, dan aku tidak mencintainya. Aku tidak mencintainya! Batin Eunhyuk mantap.


“Iya… aku menerimanya.” Kata Eunhyuk, tersenyum. Jessica tersenyum, tangisnya terhenti. Jessica menghapus airmata di pipinya, dan berkata, “Terima kasih, oppa!”. Jessica bahkan tidak mengungkit-ungkit pacar Eunhyuk, Yoobin. Mereka menikmati Vanilla Latte bersama dengan riang pagi itu.


“E—Eunhyuk?” seseorang yang melihat pemandangan itu dari luar kafe berkata tak percaya. Tanpa ia sadari, setitik airmata menetes di kedua pipinya.


“Jiyoon…” seseorang lagi di sebelahnya menepuk pundak Jiyoon pelan. Ia juga tidak tahu harus berkata apa. Jiyoon menunduk, menutup mulutnya dengan tangan kanannya.


Mian, Eunhyuk… batin Donghae sambil terus menepuk pundak Jiyoon prihatin.


***


Eunhyuk…


Jiyoon duduk sendirian di taman yang luas itu. Tentu saja sepi, hari sudah malam. Jiyoon mengusap kedua pipinya pelan. Rambut pendeknya yang halus kini tampak sedikit berantakan. Ia mengebelakangkan poninya terus-terusan. Ia menunggu seseorang.


“Jiyoon?” kata Eunhyuk, menghampiri Jiyoon. “Menunggu lama?”


Jiyoon menatapnya lama. Ia berdiri berhadapan dengan Eunhyuk. Jarak antara keduanya amat dekat.


“Kenapa? Ada yang salah?” tanya Eunhyuk heran. Atau jangan-jangan…


PLAKK! Jiyoon tidak berkata apa-apa. Ia hanya menampar dengan sangat, sangat keras pipi Eunhyuk.


“Jiyoon!?” seru Eunhyuk memegang pipi kanannya. Ia belum pernah merasakan tamparan sekeras ini dari pacarnya itu, sekejam apapun Jiyoon. Ia merasakan amarah yang teramat sangat dari tamparannya itu.


“EUNHYUUK!” Jiyoon memukul-mukul dada Eunhyuk marah. Bukan pukulan biasanya, kali ini pukulannya tampak seperti cewek biasa. Lemah. Mungkin ia sangat tertekan dengan keadaan ini, hingga membuatnya menjadi lemah.


“Hei! Hei!!” Eunhyuk segera mencengkeram kedua tangan Jiyoon. “Kau…”


“Apa yang kau lakukan di kafe tadi pagi!?” Teriak Jiyoon emosi. Ia terus-menerus berusaha melepaskan tangannya dari Eunhyuk, namun Eunhyuk tetap mencengkeramnya.


“Tadi pagi…” Eunhyuk tidak melanjutkan kata-katanya.


“Kau bersama Jessica, ya kan!? Itu kan jawabanmu!?” teriak Jiyoon lagi. Tangisnya bertambah deras. Ia tak bisa menahan semua beban yang ada di hatinya. Ia sudah tidak bisa menahan sesak di dadanya. Eunhyuk menunduk, ia melepaskan cengkeramannya pada Jiyoon.


“Jiyoon, mian…” kata Eunhyuk lemas, “Tapi aku tidak mencintaimu.”


JLEB! Dada Jiyoon bertambah sesak mendengar kalimat pendek itu.


“Kita putus.”


Eunhyuk lalu berjalan pergi menjauhi Jiyoon, meninggalkan angin malam membekukan hati Jiyoon.


***


Eunhyuk berjalan gontai menjauhi taman. Ia menoleh sekali lagi. Taman masih kelihatan dari sini. Jiyoon berdiri sendiri, menunduk, tangannya menutupi wajahnya. Sepertinya ia sedang menangis sesenggukan, tampak dari kedua bahunya yang bergerak naik-turun.


Eunhyuk mengeluarkan nafas panjang. Ia kembali menatap jalanan sepi. Ia telah memutuskan seorang cewek yang telah sebelas bulan lebih ia pacari, tanpa cinta. Ia telah menyakiti hati Jiyoon. Ia telah membuat Jeon Jiyoon, cewek tomboy yang tangguh, preman kampus yang ditakuti, meneteskan airmata kesedihannya. Sungguh kejam.


Eunhyuk lalu mengeluarkan sekotak rokok dari saku celananya. Eunhyuk tidak pernah merokok sebelumnya. Ia juga mengeluarkan korek api. Ia menyalakan api dari korek itu, lalu mengenakannya pada puntung rokok.


“Fiuuh…” ia menghisap rokok lalu menghempaskannya lewat mulut. Agak tidak menyenangkan baginya untuk merokok, namun ia menghisap sampai habis, untuk menghibur dirinya.


Niit niit! Telepon genggam Eunhyuk berbunyi. Ia mengeluarkan teleponnya dari saku celana yang satunya lagi, lalu membaca nama peneleponnya.


Jessica.


Eunhyuk mengangkat telepon dari pacar barunya itu. “Yoboseyo!” kata Eunhyuk, berusaha terdengar senang. Ia membuang puntung rokoknya ke jalan lalu menginjak-injaknya.


“Yoboseyo, jagiya!” Balas Jessica riang. “Oppa, kau ada dimana?”


“Aku…” jawab Eunhyuk, memandang sekeliling. Sepi. “Aku di rumah. Ada apa?”


“Oh… besok malam kencan yuk?” ajak Jessica tiba-tiba. Eunhyuk kaget.


“HAH!?”


“Loh? Apa itu salah, oppa?” tanya Jessica sedih.


“Eh, maaf! Aku kelepasan…” kata Eunhyuk sambil terus berjalan. “Iya, iya! Besok malam kan? Dimana?”


“Hmm…” Jessica berpikir sejenak. “Di bar, ya?”


Eunhyuk melongo. Ia kembali melihat layar teleponnya. Ini beneran Jessica, bukan sih!?


“Bar? Kau yakin? Apa tidak ada tempat lain?”


“Kau tidak mau ya?”


“Eh, tidak… tentu saja aku mau. Oke, aku setuju.” Kata Eunhyuk mengiyakan, sedikit ragu-ragu.


“Oke deh! Sampai besok malam ya! Besok aku tak akan masuk… Bye!”


“Bye…” dan sambungan telepon pun terputus.


***


“MWOO??” Donghae berseru tidak percaya. Mereka berdua sedang ada di kantin kampus yang masih agak sepi karena masih pagi.


“Sst!” Eunhyuk menutup mulut Donghae cepat. “Pelan-pelan aja kagetnya!”


“Iya deh…” Donghae terdiam. “Tapi kau benar-benar sudah pacaran sama Jessica??”


Eunhyuk menganggup senang. “Dan… sesuai anjuranmu, aku sudah memutuskan Jiyoon!”


Donghae melongo. “Jinjja?”


“Sumpah! Ah… sekarang aku sudah lega. Aku sudah tidak berhubungan dengan Jiyoon lagi, dan aku sudah mendapatkan cewek yang aku cintai!”


“Tapi, Hyuk…” Donghae berkata ragu-ragu, “Aku… curiga deh sama Jessica.”


“Hah? Curiga gimana?” Eunhyuk menoleh.


“Gimana ya… Aku cuma punya insting yang nggak enak sama Jessica. Kayak ada sesuatu yang… akan membahayakan kamu.”


“Maksud kamu apa sih?” tanya Eunhyuk kesal.


“Ya… aku cuma ngingetin kamu aja. Karena biasanya insting seorang sahabat selalu benar. Insting aku, Jessica itu… berbahaya.”


Eunhyuk berdiri, menghadap Donghae. “Tentu saja insting itu nggak akan berfungsi buat aku. Karena kamu bukan sahabat aku lagi sekarang.”


“Apa??”


“Aku tau. Kamu bilang gini karena cemburu kan?” Eunhyuk melipat tangannya, “Kamu pernah bilang kalo Jessica cantik, dan kamu pengen Jessica jadi milik kamu aja. Iya kan? Kamu gak suka aku sama Jessica pacaran. Jadi kamu berusaha mempengaruhi aku biar putus ama Jessica, dan kamu bisa nembak dia. Kamu… bukan sahabat aku lagi.”


“Hyuk!” Donghae berkata emosi. Ia berdiri, hendak menonjok Eunhyuk. Namun Eunhyk langsung menahannya dengan tangannya. “Kamu nggak bisa ngebodohin aku, Hae.”


Lalu Eunhyuk pergi meninggalkan Donghae yang emosi, keluar gerbang untuk membolos.


***


Jiyoon memegang sebuah bingkai foto kecil berwarna coklat. Di dalamnya terpajang foto dirinya dan mantan pacarnya, Eunhyuk. Jiyoon tampak sangat ceria, sedangkan Eunhyuk malah tampak kesal. Foto ini difoto oleh Donghae, saat mereka masih baru-baru pacaran.


Jiyoon mengangkat bingkai foto itu dari meja belajarnya, lalu mendekapnya dengan erat. Ia tak mengucapkan apa-apa. Matanya yang mulai membengkak meneteskan airmata lagi untuk yang kesekian kalinya. Ia tak tahu mengapa ia bisa mencintai pria bodoh seperti Eunhyuk. Walaupun Jiyoon kelihatan sangat tidak terurus, namun IQ-nya jauh lebih tinggi dibanding Eunhyuk.


Tok! Tok! Ada yang mengetuk pintu kamarnya. Ia segera mengusap airmatanya, meletakkan bingkai fotonya ke atas meja, lalu berkata, “Masuk!”


Pintu terbuka. Pembantunya masuk ke kamarnya. “Nona, ada yang ingin bertemu dengan nona…” lapornya.


Jiyoon bertanya, “Siapa?”


“Tidak tahu…”


Jiyoon lalu segera beranjak dari sofa dan pergi menuruni tangga menuju pintu depan. Ia lalu membuka pintunya.


“Donghae?” Di hadapannya Donghae menatapnya.


“Annyeong.” sapa Donghae pendek. Ia menatap kedua mata Jiyoon yang bengkak habis menangis semalaman. Sifat Jiyoon berbeda. Biasanya Jiyoon menyapanya duluan dan merangkulnya dengan paksa, namun sekarang tidak.


“Annyeong…” Jiyoon melambai kecil, berusaha tersenyum, “ Ada apa?”


“Eh, ini…” Donghae mengambil koran dari dalam tas kuliahnya, “Koran pagi.” katanya aneh.


“Hah? Ada apa dengan koran pagi?” tanya Jiyoon bingung.


“Maksudku isinya… ada berita yang tidak menyenangkan. Sepertinya berkaitan dengan…” Donghae tidak berani menyebutkan namanya, takut Jiyoon menangis lagi.


“Dengan siapa? Aku?”


“Bukan… Eunhyuk.” Jawab Donghae pelan.


Jiyoon hanya memandangnya tak percaya.


***

Fanfic PG-17 -- My Sassy Girl Part. 1

My Sassy Girl Part. 1

***

Seorang laki-laki yang berbaju biru itu berlari dengan tergesa-gesa, menyusuri setiap lorong-lorong kelas. Semua kelas di kampus itu sudah memulai jam pelajarannya, tidak terkecuali kelasnya. Lelaki itu selalu telat masuk, dan sering dihukum oleh dosennya. Sejak saat itu ia tidak mau telat lagi, tapi ia memang tidak bisa bangun pagi-pagi.

Akhirnya tibalah ia di kelas yang dituju. Pintunya tertutup rapat. Ia mengintip ke dalam kelas dari jendela. Dan Ternyata kelas sudah dimulai. Sang dosen sedang menerangkan pelajaran pada murid-muridnya. Hanya kursi miliknya yang kosong.

“Jiyoon! Jiyoon!” Ia memanggil-manggil pacarnya yang ada di dalam kelasnya dengan pelan sekali. Jiyoon tidak mendengar, tetapi ia menoleh untuk melihat sekeliling.

“Eunhyuk?” Jiyoon berkata pelan. “Cepat masuk!”

Mereka berkata tidak dengan suara, hanya dengan gerakan mulut. “Tidak bisa!” Eunhyuk menunjuk ke arah dosen yang sibuk menerangkan itu. Sebenarnya para murid tidak ada yang mempedulikannya.

“Oke, tunggu! Aku akan membuat dia keluar.” Jiyoon mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Itu adalah… telur?!

“Hah?” Eunhyuk melongo. Yang benar saja! Apa yang akan dilakukannya?

Jiyoon tersenyum jahil. Ia melempar telur ayam itu dengan keras ke kepala dosen itu. Murid lain yang melihatnya memandang dengan wajah kaget.

Jiyoon adalah cewek tomboy. Ia meraja di kelas ini. Semua murid, baik laki-laki maupun perempuan takut akan keganasannya. Jiyoon melotot pada murid-murid, menyuruh agar mereka pura-pura tidak tahu.

Dosen itu menoleh dengan lambat, sambil memegang kepala belakangnya yang terkena pecahan telur. Wajahnya menunjukkan amarah yang luarbiasa. Sekarang bukan hari ulang tahunnya, tentu saja.

“SS—SIAPA YANG MELAKUKAN INI!?” teriaknya. Mungkin seisi Kyunghee University bisa mendengarnya. Semua yang ada di kelas, kecuali Jiyoon, langsung menunduk takut.

Sang dosen ingin menuduh Jiyoon, tentu saja karena Jiyoon adalah murid paling badung dari semuanya. Tapi tidak ada yang melapor kalau itu perbuatannya, tidak ada bukti juga kalau Jiyoon yang melakukannya. Jiyoon sendiri hanya duduk bersantai, memandang dosennya dengan muka datar. “Eem, pak, mungkin anda harus ke toilet untuk membersihkannya.” nasihatnya sok polos.

Dengan mata terus tertuju pada Jiyoon, dosen itu membuka pintu kelas dengan kasar, dan berlari menuju toilet dengan cepat. Eunhyuk yang bersembunyi di balik tong sampah langsung keluar dengan girang dan masuk ke kelas, duduk di sebelah Jiyoon.

Jiyoon memandang wajah pacarnya, lalu ia tertawa terbahak-bahak. “Jagiya—kau lihat dosen itu tadi? Mukanya merah! Haha!”

“Jiyoon… kau seharusnya tidak usah melakukannya demi aku.” Kata Eunhyuk. Yang lain memandangnya.

“Kau harusnya berterima kasih padaku. Berterima kasihlah, cepat!” perintah Jiyoon menunjuk wajah Eunhyuk.

Aissh, cewek ini! batin Eunhyuk.

***

“Ya, mengapa kau selalu telat, hah? Adakah weker di rumahmu?” tanya Jiyoon di saat mereka berdua duduk di kantin yang luas itu. Eunhyuk menggerutu dalam hati.

“Ada, tetapi tidak pernah kupakai. Weker itu sudah lama rusak.” jawabnya. Jiyoon memesan satu mangkok mie ramen.

“Jagi, kenapa kau hanya memesan satu ramen?” tanya Eunhyuk. Biasanya Jiyoon memesankan dua sekaligus, untuknya dan Eunhyuk.

“Kau tidak boleh makan siang ini.”

“Mwo?”

“Itu hukuman dariku, karena telah telat masuk kuliah.”

“Tapi kan aku yang membayar ramen-ku sendiri!”

“JANGAN MEMBANTAH!” teriak Jiyoon, menggeplak kepala Eunhyuk. “Bisakah kau diam? Kau merusak selera makanku, kau tahu.” lanjutnya sambil memakan ramen-nya.

Eunhyuk hanya bisa diam, memegangi perutnya yang kelaparan dan kepalanya yang sakit sambil menatap Jiyoon yang sedang melahap ramen-nya.

“Apa lihat-lihat!?”

***

“Nah, ayo kita pulang.” Jiyoon berdiri dari kursi lalu merangkul pundak Eunhyuk. Eunhyuk daritadi hanya memasang tampang bete karena tidak bisa marah kepada Jiyoon.

“Yaa… jelek sekali kamu! Senyum!” perintah Jiyoon. Eunhyuk lalu memaksakan dirinya tersenyum. Malah terlihat seperti seringai.

“Jangan menyeringai!” Jiyoon membekap muka Eunhyuk dengan tangannya. “Sudahlah, kita pulang saja!”

Eunhyuk dan Jiyoon sedang berjalan keluar gerbang kuliah ketika seseorang menabrak Eunhyuk.

GUBRAKK! Eunhyuk terjatuh, rangkulan Jiyoon pun terlepas.

“Aduuh…” keluh Eunhyuk kesakitan, memegangi bagian tulang ekornya. Jiyoon yang melihatnya langsung memasang tampang marah. Ia lalu memarahi perempuan yang menjatuhkan Eunhyuk.

“YAH! Punya mata tidak sih?! Mau mati, hah!?” Jiyoon memegang tangan Eunhyuk lalu menariknya berdiri.

“Mianhae…” perempuan itu meminta maaf kepada Eunhyuk.

“Sudahlah, tidak apa—“ ucapan Eunhyuk terhenti ketika ia melihat wajah perempuan itu. Ya ampun! Apa dia malaikat yang diturunkan ke bumi untuk bersamaku? Batinnya terpana.

Perempuan itu memang cantik sekali. Rambutnya pirang, matanya hitam, bibirnya pink tipis, pipinya merah merona. Sempurna.

Eunhyuk segera melap tangannya di bajunya lalu mengulurkan tangannya pada perempuan itu. “Namamu siapa?”

“Jessica Jung.” Kata perempuan itu, membalas uluran tangan Eunhyuk. Ia tersenyum manis, membuat Eunhyuk mabuk. Tiba-tiba Jiyoon memutuskan jabatan tangan mereka dengan kasar.

“Eunhyuk, pulang!” seru Jiyoon. Ia mendelik pada Jessica, lalu menarik tangan Eunhyuk dengan kasar sementara Eunhyuk terus memandangi Jessica.

***
Esok Harinya…

Eunhyuk tidak telat hari ini. Ia berangkat jauh lebih pagi hari ini, karena sebuah alasan: ia ingin menemui Jessica. Ia berjalan melihat-lihat kelas lainnya, ditemani sahabatnya Donghae.

“Kau ini sebenarnya mencari siapa sih? Jiyoon kan belum masuk.”

“Ngapain aku mencari Jiyoon? Kurang kerjaan. Kalau ketemu nanti aku malah dipukul.” ujar Eunhyuk pelan sambil terus melihat ke dalam kelas-kelas. Donghae adalah tempat Eunhyuk bisa mencurahkan semua unek-uneknya tentang pacarnya itu. Hanya Donghae yang tahu perasaan Eunhyuk. Jiyoon saja tidak tahu.

“Kenapa kau tidak memutuskan Jiyoon saja sih? Cinta nggak akan bisa ngebalas hutang budi, Hyuk. Kenapa kamu nggak berterima kasih atas pertolongan dia waktu itu dan menyudahi hubungan ini aja?” tanya Donghae panjang lebar. Eunhyuk memang terpaksa memacari Jiyoon karena hutang budi pada Jiyoon.

Kejadian itu terjadi sebelas bulan yang lalu. Di malam hari yang gelap, mobil Eunhyuk yang dikendarai olehnya lepas kendali. Remnya blong, membuat ia dan mobilnya menabrak pohon besar di jalanan yang sepi. Kebetulan rumah Jiyoon dekat dengan tempat kejadian. Jiyoon mendengar suara tabrakan yang keras dari rumahnya. Ia keluar dari rumah dengan segera dan menyadari kalau yang kecelakaan itu adalah teman satu kampusnya. Ia lalu segera membawa Eunhyuk ke rumah sakit. Eunhyuk sangat berterima kasih, dan mengatakan akan melakukan apapun yang inginkan untuk menebus hutang budinya. Tidak tanggung-tanggung, Jiyoon meminta Eunhyuk menjadi pacarnya. Jadi Eunhyuk mau tidak mau harus menerima permintaannya. Satu bulan kemudian Eunhyuk baru mengetahui kelakuan Jiyoon.

”Mau diapain lagi, Hae? Aku nggak bisa begitu aja mutusin Jiyoon. Aku sangat, sangat berhutang budi sama dia. Aku hampir aja mati kalo nggak dengan cepat ditolong dia!” kata Eunhyuk pasrah, berhenti melihat kelas untuk berhadapan dengan Donghae.

Donghae menepuk pundaknya pelan beberapa kali. “Yang sabar aja ya.” Donghae berkata diikuti anggukan kecil Eunhyuk. “Eh, btw, kamu nyari siapa sih sebenernya?”

“Aku nyari cewek itu.” Kata Eunhyuk sambil nyengir senang. Donghae heran.

“Cewek itu? Siapa? Pacar baru kamu ya?” ia mengerutkan dahinya.

“Hehe, belum jadi pacar lah. Mungkin nanti. Hehe…” kekeh Eunhyuk. Ia melanjutkan, “Namanya Jessica Jung. Sumpah, dia cantik banget deh! Baik lagi.”

“Bener? Ketemu dimana?”

“Waktu kemarin aku ama Jiyoon lagi jalan keluar kampus, dia mau masuk kampus jadi aku ama dia tabrakan deh. Haha.” Eunhyuk mengingat-ingat kejadian menyenangkan itu.

“Wah, Hyuk, kamu kan udah punya Jiyoon! Masih nyari-nyari cewek aja. Jessica buat aku aja ya, hehehe…” kata Donghae mencari kesempatan, dibalas dengan pelototan dari Eunhyuk.

Tiba-tiba Donghae melihat seorang cewek keluar dari ruang kantor, tepat di belakang Eunhyuk.

“Eh Hyuk… gila, cantik banget itu cewek…” kata Donghae bersemangat.

“Mana? Mana?” Eunhyuk menoleh untuk melihatnya.

“Jessica?” Eunhyuk langsung bersemangat. Donghae memandang Eunhyuk. “Itu Jessica? Bener Hyuk, dia cantik banget!”

Eunhyuk langsung berjalan sok keren diikuti Donghae menghampiri Jessica.

“Jessica kan?” tanya Eunhyuk pura-pura rada nggak ingat. Padahal tadi malam ia terus memikirkan Jessica, sampai kebawa mimpi.

“Iya… kamu Eunhyuk, kan ya?”

“Iya… tapi aku belum bilang nama lengkapku.” Eunhyuk lalu mengelurkan tangannya, yang dibalas oleh Jessica. “Lee Hyukjae.”

“Nama yang keren,” pujinya. “Ada apa, menghampiriku?”

“Eh? Ehm…” Eunhyuk langsung bingung mau ngomong apa lagi. Dia kan sebenarnya cuma mau ngelihat wajah Jessica dari dekat saja.

“Ehm… aku mau minta maaf, kemarin Jiyoon marahin kamu habis-habisan. Padahal kan kamu nggak sepenuhnya salah. Kita berdua yang jalannya di tengah. Maafin pacar aku itu ya.”

“Iya, nggak apa-apa…” Jessica tersipu. “Eh… dia… pacar kamu ya?”

“Iya. Kenapa?”

“Oh… nggak kenapa-kenapa.” Jawab Jessica, sepertinya sedih mendengar kata “pacar”.

Hahaha… cemburu rupanya! Batin Eunhyuk senang.

Donghae yang sedang melihat sekeliling melihat pacar Eunhyuk, Jiyoon baru memasuki gerbang kuliah. Penampilannya seperti biasa, tomboy dan tidak menarik: Kaos polos berwarna putih, celana jins pensil yang bolong di kedua lututnya, sepatu kets berwarna hitam, dan topi hitam yang lusuh. Mukanya juga tidak didandani.

“Mwo??” Donghae berkata panik. Ia lalu berbisik pada Eunhyuk, “Jiyoon sudah masuk!”

Eunhyuk langsung panik. “Jessica… sampai ketemu lagi ya! Dah!” iya melambai pada Jessica yang kebingungan, lalu langsung berlari ke kelas ditemani Donghae, menjauh dari dekat gerbang.

“Eunhyuk!” dan langkah cepat Eunhyuk pun terhenti, begitu juga Donghae. “Donghae!” Jiyoon tersenyum manis lalu melangkah kecil ke arah Eunhyuk dan Donghae.

“Menungguku?” tanya Jiyoon senang sambil merangkul keduanya. Eunhyuk dan Donghae mengangguk kecil sambil meringis. “I-iya…”

“Baguslah. Ayo ke kantin! Kalian belum sarapan pagi kan? Hari ini aku yang traktir!” seru Jiyoon, sambil tetap merangkul Eunhyuk dan Donghae. Ia menyeret keduanya ke kantin.

Dari kejauhan, seseorang menatap pemandangan itu sambil mencibir.

***
Lanjutin beberapa hari lagi ya, lagi ngebet nih -_-

Rabu, 30 Juni 2010

Teuk's Birthday Fanfiction!

ELFs pada bikin FF ga buat uri leader tercintah Leeteuk? Hihihi... ^^ This is just for you, Teuki-oppa! I hope you enjoy it, ELFs :)

Leeteuk’s Birthday Fanfiction: Surprise!!

***
Kamis, 1 Juli 2010 - Asrama Super Junior

Hari ini cerah berawan. Aku duduk di sofa panjang yang berwarna oranye. Para member yang lain terlihat sibuk sendiri. Donghae berlatih menari di depan kaca, Ryeowook memasak mie ramen, Eunhyuk dan Shindong menonton tv, Heechul online twitter di iPhone-nya, Kyuhyun bermain game di Nintendo DS miliknya, Siwon sibuk mengangkat barbel, Yesung berlatih menyanyi, dan Sungmin tidur di sofa. Hanya aku yang termenung sendiri melihat keluar jendela. Apa mereka tidak tahu hari ini hari apa?

Tidak ada yang memperdulikanku. Semuanya sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing. Hei! Hari ini ulangtahun leader tersayang kalian, ingatkah?

Namun aku tak mengatakan itu. Aku hanya memandang sedih mereka. Semuanya mengerjakan kegiatan tanpa suara.

Tiba-tiba Ryeowook dari dapur berteriak. “Masakan sudah siap! Ada yang mau?”

Eunhyuk lalu langsung berlari ke dapur, lalu kembali lagi sambil membawa semangkuk besar mie ramen. “Aa~ Tampaknya sedap sekali!” ia berlari tergesa.

Heechul yang hendak mengambil minuman berdiri dan berjalan menuju dapur, ketika Eunhyuk berkari membawa mie ramen. Dan…

GUBRAKK!

Mereka bertabrakan, keras sekali. Keduanya terjatuh. Mie ramen yang dibawa Eunhyuk tumpah, mangkoknya jatuh, dan mie serta kuahnya melumuri badan Eunhyuk. Semua yang melihatnya kaget bukan kepalang.

“YA!” Eunhyuk berteriak pada Heechul, masih terduduk di lantai. Ia mengepalkan tangannya.

“Eunhyuk-ah! Mianhaeyo! Biar kubersihkan—“

“KAU!” Eunhyuk hendak meninju Heechul, namun dicegah dengan cepat olehku. “Eunhyuk-ah!” seruku.

“Ne, mianhae Eunhyuk-ah! Aku—“

“Kau sengaja, kan!?” teriak Eunhyuk marah, lalu berdiri. “Kau sengaja menabrakku!”

“Yaa! Darimana kau bisa berpikiran seperti itu!? Aku tidak sengaja! Lagipula mengapa kau berlari sambil membawa mie ramen? Babo!” seru Heechul mulai emosi karena disudutkan terus.

“Aku melihatnya.” Kata Ryeowook. “Kau sengaja menabrak Eunhyuk!”

“Mwo??”

“Ne!” Kyuhyun melanjutkan. “Aku melihatnya setelah kalah dari game. Kau sengaja, pura-pura mengambil minum.”

“Kita semua tahu, kalau dari dulu aku dan kamu nggak pernah akur. Kamu dendam sama aku kan??” tuduh Eunhyuk sadis. Heechul hanya melongo, tidak percaya teman-temannya menuduhnya seperti ini.

“Iya! Hyung, jujur saja!” tambah Shindong.

“Begini—mengapa masalah ini harus diperpanjang sih? Heechul sudah meminta maaf padamu. Sekarang maafkan Heechul, bersihkan tubuhmu, lalu selesai masalahnya. Tidak usah diperpanjang.” nasihatku pada Eunhyuk. Eunhyuk merasa tidak puas.

“Tapi,” katanya, “Ia pasti mempunyai niat jahat padaku. Mau mencelakaiku, eh?” Eunhyuk mencibir. Heechul geram.

“KAU—“ Heechul langsung meninju pipi Eunhyuk. Yang lain melongo. “Mengapa aku disudutkan begini, hah!? Aku keluar dari Super Junior!!”

“Heechul! Berhenti!” Donghae mendorong Heechul hingga terjatuh. “Keluar saja sekarang. Kami tak membutuhkanmu!”

“Segitu saja, hah? Tidak bisa lebih keras lagi? Cih.” Eunhyuk malah menantang Heechul. Heechul berdiri lalu meninju Eunhyuk lebih keras dari sebelumnya. Eunhyuk langsung balas meninju perutnya. Terjadilah perkelahian antara dua member Super Junior, perkelahian yang tak dapat dihindari.

“BERHENTII!” Aku berteriak sekencang-kencangnya. “Kalian merusak hari bahagiaku!” Akupun berlari ke WC dengan cepat.

***

“Hhh… hhh…” aku menatap kaca wastafel, lalu kembali membasuh mukaku dengan air.

“Aargh!” aku menonjok wastafel sekuat tenagaku. “Aku bukan leader yang baik…” gumamku lirih. “Aku tidak bisa menjaga kerukunan mereka dengan baik. Ini semua salahku!” teriakku sementara airmata terus membanjiri pipiku.

“Pertama Hangeng, lalu Heechul.... aku benar-benar tidak bisa menjaga grup-ku dengan baik. Aku leader yang bodoh. Aku tak mau jadi leader lagi…”

***

Aku keluar WC dengan gontai. Mataku tertutup, mencoba menenangkan diri. Aku mendudukkan diri di sofa. Ulangtahun kali ini… merupakan ulangtahun yang sangat menyedihkan. Kubuka mataku perlahan, dan aku melihat sesuatu tepat di depan mataku.

Kue tart?

“SAENGIL CHUKKAE, LEETEUK-HYUNG!!” semua member Super Junior berseru memberikan ucapan selamat ulangtahun padaku. Aku tidak percaya ini. Mereka mengerjaiku!?

“YA! Kalian menyusahkanku!” aku berteriak marah. Bukannya takut, mereka malah mencolek kue tart itu dan mengoleskannya di pipiku!

“Rencana kita berhasil rupanya, hahaha!” Heechul dan Eunhyuk tertawa senang, mereka yang mukanya telah lebam karena berakting berkelahi saling merangkul pundak. Mereka memang jail!

Mukaku sekarang penuh dengan krim dari kue tart. Aku cemberut, namun sebenarnya hatiku senang sekali. Sekarang aku merasa sangat lega. Aku juga ikutan mengoleskan krim pada semua member.

***

Para member Super Junior yang berada memberikanku hadiah dan kartu ucapan. Aku membukanya satu persatu di kamar sendirian.

“AHJUSSI! Saengil chukka hamnida~ mari bermain PS denganku mulai sekarang! Aku milikmu selamanya ^^ -Kyuhyun”

“Leeteuk hyung! Saengil chukkae~ kau bertambah tua sekarang. Aku tidak yakin kau masih kuat menari, hihihi~ ^^ -Heechul”

“Hyung, saengil chukkae! Usiamu sudah dua pukuh delapan tahun lho! Cepat-cepatlah mencari pendamping hidup, hyung! Hahaha… -Donghae”

“Happy birthday to uri leader, Park Jungsoo ^^ Rajin-rajinlah ke gereja, ya! Tuhan memberkatimu :) –Siwon”

“Saengil chukkae, Leetuk-hyung! Akhir-akhir ini kesehatanmu kurang dijaga. Jaga kesehatan, hyung~ aku khawatir dengan keadaanmu. –Ryeowook”

Semua kartu ucapan telah dibaca olehku. Tapi… tunggu! Masih ada satu yang belum kubaca.

“Leeteuk-hyung, saengil chukkae. Maaf aku tidak bisa ikut merayakan hari bahagiamu dengan anggota yang lain. Maaf juga aku tidak ada disisimu disaat ulang tahunmu. Walaupun kita akan berpisah dengan waktu yang lama, aku harap aku selalu ada di hatimu. Walaupun kita jauh, aku harap kau selalu memikirkanku, seperti aku memikirkanmu. Kau leader yang baik~ saranghaeyo! –Kangin”

Dan kartu ucapan terkhir itupun lepas dari pegangan tangannya yang bergetar.

***

Gimana? Bagus gak? Tadinya mau bikin yang netral tapi akhir-akhirnya yaoi juga kan yaelah nasib-_- comment ajadeh :D

My New Fanfic in My New Blog :))

Hell-o, Disini Prila mau ngeshare ff Prila yang baruu :D pairingnya Sungmin Super Junior ama Sunny SNSD. Baca yah :D

Cooking? Cooking!

***

Aku sedang berjalan keluar dari gedung Kyunghee University, berjalan ke rumah dengan sahabatku Kyuhyun. Kyuhyun sahabatku sejak kecil. Rumah kami dekat, jadi kami bisa bantu-membantu kalau ada tugas yang sulit, hehe.

“SUNGMIIN!!” Tiba-tiba suara dari belakang menghentikan langkahku. Kyuhyun jadi ikutan berhenti.

Tampangku sekarang pasti kusut, panik. Itu suara cempreng yang sangat kukenal. Aku memberanikan diri menoleh…

“Jagiya…” Aku melambai pelan dengan muka nyengir geje. Sunny cemberut, mengerutkan dahinya khas anak kecil.

“Kamu sengaja menghindar ya!?” Sunny berkacak pinggang sebal.

“Tidak… tidak, jagiya!” Aku buru-buru menghampirinya, memegang tangannya. “Jadi, mau ke mana kita sekarang?”

Muka Sunny berjubah 360 derajat. Sekarang senyumnya mengembang (terlalu) lebar. “Ke rumah aku yuk!”

Jleb! Sekarang mukaku juga ikutan berubah. Yang tadinya nyengir langsung muka bengong. Kerah bajuku langsung basah oleh keringat. Pasti Sunny bakal menjadikan aku kelinci percobaan makanan dia! Nggak, nggak mauuuu!!

“Kenapa diem? Nggak mau?” Muka Sunny mulai seram lagi.

“An-anu… Aku mau kerja kelompok sama K—“ aku menunjuk-nunjuk tempat Kyuhyun tadinya berdiri, tapi… dimana bocah satu itu!?

“Sama siapa?” Sunny tersenyum jahat. Huh… aku langsung buang muka, pasrah sama keadaan. Aku biarkan Sunny merangkul pundakku dan memaksaku berjalan ke rumahnya, sementara dia terus-menerus memasang senyum jahat.

Niit niit! Tiba-tiba telepon genggamku berdering. SMS dari Kyuhyun.

Hyung, maaf aku tinggalin ya! Aku ga mau jadi korban pacar kamu yang sadis itu, hehe^^ selamat bersenang-senang ya!

Huh, sial! Kyuhyuun!

***

“Taraaaa! Ayo masuk masuk!” Kata Sunny bersemangat, menarik tanganku masuk ke dalam rumahnya yang besar. Orang tuanya bekerja dan selalu pulang malam, jadi yang menemani Sunny di rumah hanya pembantunya.

Aku ditarik sampai ke ruang dapur. Sunny mengambil sebuah buku resep lalu menyerahkannya padaku.

“Ini,” katanya, “Buku resep yang baru kubeli. Pilih yang mana makanan kesukaanmu, nanti aku masak!” Ia tersenyum.

Hah? Memangnya kamu bisa? Aku mencibir dan membatin. Aku memilih makanan favoritku yang kebetulan ada di sana, yaitu mochi. Haha… aku nggak yakin Sunny bisa bikin mochi.

“Ini!” Tunjukku pada Sunny. Dahinya berkerut. “Mochi?” Tanyanya meyakinkanku. Aku mengangguk keras. “Nggak mau yang lain?” Aku menggeleng. Dalam hati aku tertawa puas.

Sunny mengerutkan dahinya, namun langsung berganti menjadi senyuman. “Oke! Aku akan membuatkan mochi untukmu!” Iya lalu memakai celemek berwarna putih yang berkantung.

“Nah—tunggu di meja makan!” Sunny mendorongku ke meja makan. Aku duduk di sana, memikirkan mochi yang akan dibuat oleh pacarnya itu. Dari dapur terdengar suara cemprengnya bersenandung ria.

Aku mengintip dari balik dinding dapur. Sunny sedang duduk sila di lantai, membuat adonan mochi menjadi bulat. Warna mochinya tidak seperti mochi biasa. Aku menelan ludah. Aku langsung kembali ke meja makan.

***

30 menit kemudian…

“Jagiya…!” Sunny berseru memanggilku. Aku tersenyum. Ia menyodorkan sepiring mochi. Warna mochi-nya aneh dan ukurannya tidak merata. Ada yang terlalu kecil, ada yang terlalu besar. Aku membelalak.

“Ini… bagus.” Kataku bengong. Makanan seperti ini yang harus kumakan!? Melihatnya saja sudah malas. Namun sepertinya Sunny tak menyadari air mukaku.

“Ayo makan!” Katanya sambil memangku tangannya di meja. Makan? Ogah!

Tapi akhirnya aku makan juga mochi laknat itu. Sunny menatapku dengan antusias, nggak mau melewatkan sedetikpun prosesi penyiksaannya terhadapku. Pelan tapi pasti rasa dari mochi itu terdeteksi oleh lidahku.

“HOEKK!” Aku langsung muntah saat itu juga. Di meja makan. Di atas mochi yang susah-susah dibuat pacarku. Dan didepan Sunny, pacarku, dan yang membuat makanan yang baru saja aku muntahkan.

Sunny terdiam. Matanya membelalak. Ia lalu memandang kue mochi yang sekarang berlumur muntahan.

“Sunny…” aku memandang Sunny lama. “Ma—“ belum selesai aku berkata, Sunny telah berlari perginya, dengan banjir airmata, ke kamarnya.

“—af…” lanjutku dalam kesendirian.

***

“Sunny, maaf. Sunny, maaf. Sunny, maaf. Hey, hanya inikah yang memenuhi outbox-mu, hyung?” tanya Kyuhyun polos, membaca outbox di telepon genggamku. Aku tak menanggapinya, terus melamun.

“Dan dia nggak pernah ngebales sms itu?” tanyanya lagi.

Sudah tiga hari semenjak kejadian yang paling nggak diinginkan itu terjadi. Dan sejak aku pergi dari rumah Sunny, Sunny tak pernah lagi muncul di depanku, menampakkan batang hidungnya ataupun membalas telepon dan sms dariku.

Brukk! Aku menabrak-nabrakkan dahiku ke dinding kantin kuliah. Aku memang keterlaluan. Tidak seharusnya aku memuntahkan makanan yang telah dibuat dengan jerih payah pacar yang paling aku cintai.

Aku tahu, Sunny itu cerewet, posesif, tukang marah-marah dan suaranya sering membuatku budeg. Tapi dibalik semua itu ia sangat perhatian dan setia. Ah… aku merindukannya.

Aku sedang melanjutkan menabrakkan dahiku ke dinding ketika kulihat seseorang melewatiku.

Sunny?

Ia berjalan santai melewatiku, bercanda dengan teman-temannya.

***

“Sunny! Sunny!” aku terus mengikuti langkah Sunny yang pulang ke rumahnya setelah selesai kuliah.

“Sunny!”

Ia menengok sedikit, namun tak mengeluarkan kata-kata. Seperti bisu.

Aku terus mengikutinya sampai ke depan rumahnya. Ketika ia hendak menutup pintu rumahnya, aku segera mencegahnya.

“Sunny, tolong dengarkan aku.” aku memegang tangannya.

Sunny menatapku datar. “Apa?”

“Aku…” aku malah kehabisan kata-kata setelah diberi kesempatan. Bodoh.

“Tidak ada? Baiklah.” Ia hendak menutup pintu lagi.

“Sunny! Maaf. Maaf. Maaf! Aku tak bermaksud menyakitimu, tapi masakanmu memang…”

“Tidak enak?” Iya hampir menutup pintunya.

“Iya, kuakui begitu.”

“Kalau begitu cari saja cewek lain yang bisa masak. Yang makanannya nggak akan kamu muntahin.”

“Tapi cinta nggak butuh itu kan?”

Sunny membuka pintunya. Matanya berlinang airmata, namun dahinya berkerut. “Maksudmu?”

“Maksudku… kamu memang nggak pinter memasak, tapi aku tau kamu cinta sama aku. Aku juga cinta sama kamu apa adanya. Aku ga butuh juru masak untuk jadi pendamping hidupku…”

Sunny terdiam. Aku juga terdiam. Hening.

Lalu Sunny memelukku erat dalam diamnya. Aku membalasnya tulus, lega karena semuanya telah berlalu.

Sunny melepas pelukannya. “Sungmin, kau lapar?” Tanyanya jail.

“Hah!?” Tanyaku kaget, sementara Sunny langsung menyeretku masuk ke dalam rumahnya.


-The End


***


Gimana gimana, bagus gak? Comment yah, lewat twitter juga boleh. di @prilautis. Tunggu ff berikutnya ya! ;)