WELCOME WELCOME! :D

It's just me. Prila Nur Amalina who bring a lot of stories in her life to this blog. Joke, silly, love and some fiction will make you enjoy this blog. Chao!

Rabu, 30 Juni 2010

My New Fanfic in My New Blog :))

Hell-o, Disini Prila mau ngeshare ff Prila yang baruu :D pairingnya Sungmin Super Junior ama Sunny SNSD. Baca yah :D

Cooking? Cooking!

***

Aku sedang berjalan keluar dari gedung Kyunghee University, berjalan ke rumah dengan sahabatku Kyuhyun. Kyuhyun sahabatku sejak kecil. Rumah kami dekat, jadi kami bisa bantu-membantu kalau ada tugas yang sulit, hehe.

“SUNGMIIN!!” Tiba-tiba suara dari belakang menghentikan langkahku. Kyuhyun jadi ikutan berhenti.

Tampangku sekarang pasti kusut, panik. Itu suara cempreng yang sangat kukenal. Aku memberanikan diri menoleh…

“Jagiya…” Aku melambai pelan dengan muka nyengir geje. Sunny cemberut, mengerutkan dahinya khas anak kecil.

“Kamu sengaja menghindar ya!?” Sunny berkacak pinggang sebal.

“Tidak… tidak, jagiya!” Aku buru-buru menghampirinya, memegang tangannya. “Jadi, mau ke mana kita sekarang?”

Muka Sunny berjubah 360 derajat. Sekarang senyumnya mengembang (terlalu) lebar. “Ke rumah aku yuk!”

Jleb! Sekarang mukaku juga ikutan berubah. Yang tadinya nyengir langsung muka bengong. Kerah bajuku langsung basah oleh keringat. Pasti Sunny bakal menjadikan aku kelinci percobaan makanan dia! Nggak, nggak mauuuu!!

“Kenapa diem? Nggak mau?” Muka Sunny mulai seram lagi.

“An-anu… Aku mau kerja kelompok sama K—“ aku menunjuk-nunjuk tempat Kyuhyun tadinya berdiri, tapi… dimana bocah satu itu!?

“Sama siapa?” Sunny tersenyum jahat. Huh… aku langsung buang muka, pasrah sama keadaan. Aku biarkan Sunny merangkul pundakku dan memaksaku berjalan ke rumahnya, sementara dia terus-menerus memasang senyum jahat.

Niit niit! Tiba-tiba telepon genggamku berdering. SMS dari Kyuhyun.

Hyung, maaf aku tinggalin ya! Aku ga mau jadi korban pacar kamu yang sadis itu, hehe^^ selamat bersenang-senang ya!

Huh, sial! Kyuhyuun!

***

“Taraaaa! Ayo masuk masuk!” Kata Sunny bersemangat, menarik tanganku masuk ke dalam rumahnya yang besar. Orang tuanya bekerja dan selalu pulang malam, jadi yang menemani Sunny di rumah hanya pembantunya.

Aku ditarik sampai ke ruang dapur. Sunny mengambil sebuah buku resep lalu menyerahkannya padaku.

“Ini,” katanya, “Buku resep yang baru kubeli. Pilih yang mana makanan kesukaanmu, nanti aku masak!” Ia tersenyum.

Hah? Memangnya kamu bisa? Aku mencibir dan membatin. Aku memilih makanan favoritku yang kebetulan ada di sana, yaitu mochi. Haha… aku nggak yakin Sunny bisa bikin mochi.

“Ini!” Tunjukku pada Sunny. Dahinya berkerut. “Mochi?” Tanyanya meyakinkanku. Aku mengangguk keras. “Nggak mau yang lain?” Aku menggeleng. Dalam hati aku tertawa puas.

Sunny mengerutkan dahinya, namun langsung berganti menjadi senyuman. “Oke! Aku akan membuatkan mochi untukmu!” Iya lalu memakai celemek berwarna putih yang berkantung.

“Nah—tunggu di meja makan!” Sunny mendorongku ke meja makan. Aku duduk di sana, memikirkan mochi yang akan dibuat oleh pacarnya itu. Dari dapur terdengar suara cemprengnya bersenandung ria.

Aku mengintip dari balik dinding dapur. Sunny sedang duduk sila di lantai, membuat adonan mochi menjadi bulat. Warna mochinya tidak seperti mochi biasa. Aku menelan ludah. Aku langsung kembali ke meja makan.

***

30 menit kemudian…

“Jagiya…!” Sunny berseru memanggilku. Aku tersenyum. Ia menyodorkan sepiring mochi. Warna mochi-nya aneh dan ukurannya tidak merata. Ada yang terlalu kecil, ada yang terlalu besar. Aku membelalak.

“Ini… bagus.” Kataku bengong. Makanan seperti ini yang harus kumakan!? Melihatnya saja sudah malas. Namun sepertinya Sunny tak menyadari air mukaku.

“Ayo makan!” Katanya sambil memangku tangannya di meja. Makan? Ogah!

Tapi akhirnya aku makan juga mochi laknat itu. Sunny menatapku dengan antusias, nggak mau melewatkan sedetikpun prosesi penyiksaannya terhadapku. Pelan tapi pasti rasa dari mochi itu terdeteksi oleh lidahku.

“HOEKK!” Aku langsung muntah saat itu juga. Di meja makan. Di atas mochi yang susah-susah dibuat pacarku. Dan didepan Sunny, pacarku, dan yang membuat makanan yang baru saja aku muntahkan.

Sunny terdiam. Matanya membelalak. Ia lalu memandang kue mochi yang sekarang berlumur muntahan.

“Sunny…” aku memandang Sunny lama. “Ma—“ belum selesai aku berkata, Sunny telah berlari perginya, dengan banjir airmata, ke kamarnya.

“—af…” lanjutku dalam kesendirian.

***

“Sunny, maaf. Sunny, maaf. Sunny, maaf. Hey, hanya inikah yang memenuhi outbox-mu, hyung?” tanya Kyuhyun polos, membaca outbox di telepon genggamku. Aku tak menanggapinya, terus melamun.

“Dan dia nggak pernah ngebales sms itu?” tanyanya lagi.

Sudah tiga hari semenjak kejadian yang paling nggak diinginkan itu terjadi. Dan sejak aku pergi dari rumah Sunny, Sunny tak pernah lagi muncul di depanku, menampakkan batang hidungnya ataupun membalas telepon dan sms dariku.

Brukk! Aku menabrak-nabrakkan dahiku ke dinding kantin kuliah. Aku memang keterlaluan. Tidak seharusnya aku memuntahkan makanan yang telah dibuat dengan jerih payah pacar yang paling aku cintai.

Aku tahu, Sunny itu cerewet, posesif, tukang marah-marah dan suaranya sering membuatku budeg. Tapi dibalik semua itu ia sangat perhatian dan setia. Ah… aku merindukannya.

Aku sedang melanjutkan menabrakkan dahiku ke dinding ketika kulihat seseorang melewatiku.

Sunny?

Ia berjalan santai melewatiku, bercanda dengan teman-temannya.

***

“Sunny! Sunny!” aku terus mengikuti langkah Sunny yang pulang ke rumahnya setelah selesai kuliah.

“Sunny!”

Ia menengok sedikit, namun tak mengeluarkan kata-kata. Seperti bisu.

Aku terus mengikutinya sampai ke depan rumahnya. Ketika ia hendak menutup pintu rumahnya, aku segera mencegahnya.

“Sunny, tolong dengarkan aku.” aku memegang tangannya.

Sunny menatapku datar. “Apa?”

“Aku…” aku malah kehabisan kata-kata setelah diberi kesempatan. Bodoh.

“Tidak ada? Baiklah.” Ia hendak menutup pintu lagi.

“Sunny! Maaf. Maaf. Maaf! Aku tak bermaksud menyakitimu, tapi masakanmu memang…”

“Tidak enak?” Iya hampir menutup pintunya.

“Iya, kuakui begitu.”

“Kalau begitu cari saja cewek lain yang bisa masak. Yang makanannya nggak akan kamu muntahin.”

“Tapi cinta nggak butuh itu kan?”

Sunny membuka pintunya. Matanya berlinang airmata, namun dahinya berkerut. “Maksudmu?”

“Maksudku… kamu memang nggak pinter memasak, tapi aku tau kamu cinta sama aku. Aku juga cinta sama kamu apa adanya. Aku ga butuh juru masak untuk jadi pendamping hidupku…”

Sunny terdiam. Aku juga terdiam. Hening.

Lalu Sunny memelukku erat dalam diamnya. Aku membalasnya tulus, lega karena semuanya telah berlalu.

Sunny melepas pelukannya. “Sungmin, kau lapar?” Tanyanya jail.

“Hah!?” Tanyaku kaget, sementara Sunny langsung menyeretku masuk ke dalam rumahnya.


-The End


***


Gimana gimana, bagus gak? Comment yah, lewat twitter juga boleh. di @prilautis. Tunggu ff berikutnya ya! ;)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar